Suarakan Kepentingan Indonesia di Forum Internasional, Dirjen AHU Bahas Urgensi Keanggotaan Indonesia Dalam HCCH

1

Badung - Indonesia adalah leading player di ASEAN, aktif di forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Group of Twenty (G20), banyak konvensi atau model law yang belum Indonesia manfaatkan. Hague Conference on Private International Law (HCCH) atau Konferensi Den Haag tentang Hukum Perdata Internasional adalah salah satu forum yang dapat memberikan manfaat bagi Indonesia namun Indonesia belum termasuk salah satu anggotanya.

Untuk dapat mendorong keanggotaan Indonesia dalam forum HCCH tersebut, Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bersama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Sekretariat Kabinet (Setkab), Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Kementerian PPN/Bappenas serta instansi dan lembaga terkait lainnya bertempat di Courtyard by Marriot Nusa Dua, pada Jumat (19/4).

Direktur Jenderal (Dirjen) AHU, Cahyo Rahadian Muzhar menyampaikan bahwa HCCH adalah organisasi antar pemerintah yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, yang mempunyai misi melakukan unifikasi progresif terhadap aturan hukum perdata internasional. Keanggotaan Indonesia dalam HCCH dapat menjawab kebutuhan Indonesia akan organisasi internasional yang dapat mendorong penguatan politik hukum perdata internasional, penguatan diplomasi hukum Indonesia di level internasional, pengembangan diplomasi ekonomi, dan pengembangan perdagangan internasional dan investasi di Indonesia.

"8 tahun lalu kami melihat ada 40 konvensi di HCCH dimana Indonesia belum menjadi anggota salah satu konvensi tersebut. Indonesia belum lama ini menjadi anggota dari konvensi Apostille, namun ternyata banyak juga konvensi dibawah HCCH yang dirasa bermanfaat untuk Indonesia, contohnya untuk kemudahan berusaha (Recognition of Foreign Judgement Convention, eg), juga terkait Child Abduction yang tidak jarang terjadi dalam fenomena kawin campur yang semakin banyak terjadi di Indonesia," ucap Cahyo.

Masukan agar Indonesia untuk menjadi anggota HCCH sudah digagas sejak lama (sejak Indonesia terlibat pertama kali secara formal dalam sidang HCCH pada tahun 1968 yaitu Session of Hague Conference of Private International Law atau sidang XI HCCH), namun urgensi dari keanggotaan Indonesia pada forum internasional HCCH baru dirasakan pada 2024 dalam Teknokratik RPJMN 2025-2029, khususnya pada Pilar Penerapan dan Penegakan Hukum.

Pada konteks kekinian, urgensi keanggotaan Indonesia dapat dipetakan dalam 6 hal utama, yaitu:
1. Penguatan politik hukum perdata Indonesia,
2. Penguatan diplomasi ekonomi,
3. Penguatan diplomasi hukum,
4. Pengembangan perdagangan internasional dan investasi,
5. Menyinergikan dengan keanggotaan Indonesia di UNIDROIT dan UNCITRAL, dan
6. Pemenuhan kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders).

Manfaat yang didapatkan Indonesia dengan menjadi anggota HCCH adalah:
1. Mendapatkan akses prioritas untuk pendampingan dan bantuan teknis terkait pengaturan hukum perdata internasional,
2. Memanfaatkan HCCH sebagai platform komunikasi,
3. Memastikan bahwa kepentingan Indonesia dapat disuarakan dalam forum HCCH,
4. Keanggotaan Indonesia pada HCCH dapat meningkatkan peran dan kinerja Indonesia pada fora internasional,
5. Memanfaatkan HCCH untuk mempelajari substansi muatan instrumen-instrumen HCCH sebagai kerangka hukum dengan standar internasional,
6. Keanggotaan Indonesia dalam HCCH berpotensi menjadi tonggak penting dalam pengembangan keilmuan hukum, dan
7. Untuk memperluas jaringan dan kerjasama dengan negara-negara anggota HCCH.

Dirjen Kerja Sama Multilateral (KSM) Kemenlu, Tri Tharyat menyampaikan bahwa point penting yang harus digaris bawahi dalam keanggotaan Indonesia pada forum Internasional adalah jangan sampai mudah untuk menjadi anggota namun sangat sulit untuk keluar ketika sudah tidak mendapatkan manfaat. Sebagai contoh keanggotaan dalam Organisasi Gula Internasional, dimana dirasa sudah tidak bermanfaat untuk Indonesia, namun sulit sekali untuk keluar dari keanggotaan forum tersebut. Maka dari itu perlu dilakukan kajian yang mendalam agar hal ini tidak terjadi.

"Setiap rupiah yang dikeluarkan oleh negara harus dapat memberikan manfaat ekonomi yang dirasakan. Pernyataan ini adalah salah satu tujuan keanggotaan dalam Organisasi Internasional (OI). Saat ini ada 215 OI yang kami kelola, dengan anggaran sekitar 1 T lebih. Pertimbangan yang diperlukan untuk mengajukan keanggotaan pada forum Internasional haruslah dilihat dari kepentingan nasional, prioritas nasional, kemampuan keuangan negara, dan duplikasi keanggotaan," ucap Tri.

Saat ini anggota HCCH berjumlah 91 negara. Di ASEAN, Malaysia merupakan negara pertama yang menjadi anggota HCCH pada tahun 2002, dan diikuti oleh Filipina pada 2010, Vietnam pada 2013, Singapura pada 2014 dan Thailand pada 2021. Keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional adalah bentuk partisipasi Indonesia dalam pergaulan internasional, sekaligus media untuk menyuarakan kepentingan nasional Indonesia di forum global.

Kegiatan FGD ini turut dihadiri oleh Plt. Direktur OPHI, Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN, Sekretaris Ditjen KSM Kemenlu, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali yang diwakili oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Bali, Alexander Palti, Perwakilan dari Bappenas, Perwakilan dari Setkab, Perwakilan dari Kemensetneg, serta Akademisi.

1212121212121212121212


Cetak   E-mail